HARI KAMIS PUTIH
MENGENANGKAN PERJAMUAN TUHAN
PERSIAPAN
Altar hendaknya dihias
dengan bunga secara sederhana supaya sesuai dengan ciri khas hari ini.
Tabernakel harus kosong sama sekali.[4] Dalam
misa ini hendaknya dikonsekrasikan hosti yang cukup untuk komuni Imam dan umat
pada hari ini dan hari berikutnya (Jumat Agung).
Untuk menyimpan Sakramen
Mahakudus (yang masih ada) harus dipersiapkan tempat yang dihias dengan pantas
yang mengundang untuk doa dan meditasi. Dianjurkan suatu kesederhanaan yang
sesuai dengan hari-hari ini.[5]
I. RITUS PEMBUKA
PENGANTAR
TOBAT
MADAH KEMULIAAN
Madah Kemuliaan
dinyanyikan. Selama Madah Kemuliaan dilagukan, lonceng dibunyikan. Sesudah itu
lonceng tidak dibunyikan lagi sampai Madah Kemuliaan pada Malam Paskah.
Demikian pula organ dan alat musik lain boleh dibunyikan hanya untuk menopang
nyanyian. Dengan kata lain, alat musik tidak boleh dibunyikan secara instrumen
tanpa ada penyanyi.
DOA PEMBUKA
II. LITURGI SABDA
BACAAN PERTAMA
MAZMUR TANGGAPAN
BACAAN
KEDUA
BAIT PENGANTAR INJIL
INJIL
HOMILI
III. PEMBASUHAN
KAKI
Seusai homili diadakan
pembasuhan kaki. Para pria-pria yang terpilih[6] (petugas
rasul) menempati tempat duduk yang sudah disediakan. Imam menanggalkan kasula
dan mengenakan celemek. Kemudian Imam membasuh kaki mereka serta menyekanya.
Sementara itu dilagukan lagu-lagu yang sesuai.
Sesudah pembasuhan
kaki, Imam membasuh tangan dan menyekanya. Lalu imam mengenakan kembali kasula
dan memimpin doa umat.
DOA UMAT
IV. LITURGI
EKARISTI
PERSIAPAN PERSEMBAHAN
Jika memungkinkan,
pada saat ini dinyanyikan lagu Ubi caritas est vera (Jika ada cinta kasih)
DOA SYUKUR AGUNG
KOMUNI
Bila dilanjutkan
dengan perarakan, sesudah komuni, satu sibori (bukan monstran) berisi hosti
suci tetap dibiarkan di atas altar, dan sibori-sibori lain disimpan di tempat
yang telah disediakan.
DOA SESUDAH KOMUNI
V. PEMINDAHAN
SAKRAMEN MAHAKUDUS
Seusai Doa Sesudah
Komuni, sambil berdiri, Imam mengisi pedupaan dan memberkatinya. Lalu, sambil
berlutut ia mendupai Sakramen Mahakudus tiga kali. Kemudian Imam mengenakan
velum berwarna putih di atas bahunya, berdiri, menyelubungi sibori dengan
ujung-ujung velum dan mengangkatnya.
Lalu dimulailah
perarakan. Dengan disemarakkan lentera dan kepulan asap dupa, Sakramen
Mahakudus diarak melintasi gereja menuju tempat penyimpanan yang disiapkan di
bagian lain dari gedung gereja atau di ruang lain yang dihiasi secara serasi.
Tempat penyimpanan tak boleh berbentuk “makam suci” karena memang tidak
dimaksudkan untuk menunjukkan pemakaman Tuhan, melainkan untuk menyimpan hosti
suci untuk komuni pada Jumat Agung.[7]
Petugas pembawa salib
berjalan paling depan, diapit petugas lain yang membawa lilin bernyala, disusul
petugas yang membawa keprak. Di depan Imam yang membawa Sakramen Mahakudus
berjalan petugas yang membawa pedupaan yang mengepul. Sementara itu dilagukan
Pange Lingua (kecuali dua baris terakhir) atau nyanyian ekaristis yang lain.
Setibanya perarakan di
tempat penyimpanan Sakramen Mahakudus, Imam, kalau perlu dibantu oleh Diakon,
meletakkan sibori di dalam tabernakel yang pintunya dibiarkan tetap terbuka.
Lalu ia mengisi pedupaan, dan sambil berlutut mendupai Sakramen Mahakudus.
Sementara itu dinyanyikan Tantum Ergo (dua bait terakhir dari lagu Pange
Lingua) atau nyanyian ekaristis lain. Kemudian Diakon atau Imam sendiri menutup
pintu tabernakel.
Setelah bersembah
sujud sejenak dalam keheningan, Imam dan para pelayan berlutut, lalu kembali ke
sakristi.
Setelah Misa, pada
saat yang tepat, segala hiasan dan perlengkapan altar diambil. Jika
memungkinkan, salib-salib dikeluarkan dari gereja. Sebaiknya, salib-salin yang
tetap ada dalam gereja diselubungi kain merah atau ungu. Di depan gambar/patung
para Kudus tak boleh dinyalakan lilin.[8]
Siapa saja yang sudah
ambil bagian dalam misa sore mengenang perjamuan Tuhan, tidak perlu lagi
melaksanakan Ibadat Sore.
Umat hendaknya diajak
melaksanakan sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus selama waktu yang cocok
pada malam hari seturut kebiasaan dan keadaan setempat. Akan tetapi, sesudah
tengah malam, sembah sujud hendaknya dilakukan secara sederhana, karena hari
Sengsara Tuhan sudah mulai.[9]
Kalau di salah satu gereja
tidak dilaksanakan perayaan Jumat Agung untuk mengenang Tuhan, misa ditutup
seperti biasa, dan Sakramen Mahakudus disimpan dalam tabernakel.
No comments:
Post a Comment