Thursday, March 13, 2014

Panduan Liturgi sederhana untuk Ibadat Jumat Agung

HARI JUMAT AGUNG
MENGENANG SENGSARA TUHAN

PERSIAPAN
Seturut tradisi yang sangat tua, pada hari ini dan hari berikutnya Gereja sama sekali tidak merayakan sakramen selain Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dianjurkan pada hari ini merayakan ibadat bacaan dan ibadat pagi dalam gereja bersama jemaat.[10]
Altar sama sekali kosong, tanpa salib, tanpa lilin dan tanpa kain altar.

I. Perayaan Sengsara Tuhan
Perayaan sengsara Tuhan dilaksanakan sesudah tengah hari, sekitar pukul tiga siang, kecuali jika atas pertimbangan pastoral dipilih waktu sesudah itu, tetapi tidak sesudah jam 21.00.
Imam dan Diakon, kalau ada, dengan menggunakan busana liturgi berwarna merah seperti yang biasanya dikenakan pada waktu misa, berarak ke altar dalam keheningan (tidak ada lagu pembuka). Setelah memberi hormat ke altar, mereka meniarap, atau bila keadaan tidak memungkinkan, berlutut, dan berdoa sejenak dalam keheningan. Semua yang lain (petugas dan umat) berlutut.
Lalu Imam dan para petugas menuju tempat duduk. Di situ Imam menghadap ke arah umat dan sambil merentangkan tangan mengucapkan doa pembuka tanpa ajakan “Marilah berdoa”

DOA PEMBUKA

II. Liturgi Sabda

BACAAN PERTAMA 

MAZMUR TANGGAPAN 

BACAAN KEDUA 

BAIT PENGANTAR INJIL

KISAH SENGSARA
Kisah Sengsara dibacakan atau dinyanyikan tanpa lilin dan pedupaan, tanpa salam dan tanda salib pada buku. Bila pembacanya bukan Imam, sebelumnya mohon berkat dulu. Bila mungkin, sabda-sabda Yesus dibawakan oleh Imam.[11]

HOMILI
Setelah Kisah Sengsara, Imam menyampaikan homili singkat. Pada akhir homili Imam dapat mengundang kaum beriman untuk berdoa hening dengan khusyuk sejenak.[12]

DOA UMAT MERIAH
Liturgi Sabda diakhiri dengan doa umat yang dilaksanakan sebagai berikut: Diakon/petugas awam berdiri di mimbar dan menyampaikan ajakan yang menyatakan ujud doa. Kemudian seluruh umat berdoa sejenak dalam hati, dan sesudah itu, dengan merentangkan tangan, Imam mendaraskan doa sambil berdiri di muka kursi pemimpin atau kalau keadaan tidak memungkinkan sambil berdiri di belakang altar.
Selama doa ini berlangsung, umat dapat tetap berlutut atau berdiri.

III. PENYEMBAHAN SALIB SUCI
Sesudah doa umat, menyusul upacara penyembahan salib secara meriah. Dari kedua cara berikut dapat dipilih salah satu yang lebih sesuai dengan kebutuhan pastoral.

SALIB SUCI DIPERLIHATKAN
Bersama dengan putra-putri altar, Diakon atau seorang petugas nlain yang cakap pergi ke sakristi atau tempat lain yang sudah ditentukan untuk mengambil salib yang diselubungi kain ungu. Didampingi dua putri-putra atar yang membawa lilin bernyala, berarak melintasi gereja menuju ke tengah panti imam. Di dekat pintu, di tengah gereja dan di depan panti imam, pembawa salib mengangkat salib sambil melagukan “Lihatlah kayu salib”. Seluruh umat menjawab “Marilah kita sembah”. Sesudah setiap jawaban, seluruh umat berlutut dan bersujud sejenak dalam keheningan.

PENYEMBAHAN SALIB SUCI
Kemudian, didampingi dua putra-putri altar pembawa lilin bernyala, Imam atau diakon membawa salib ke panti imam atau ke tempat lain yang pantas. Di situ salib diletakkan atau diserahkan kepada para petugas untuk disangga. Lilin-lilin ditempatkan di kiri dan kanannya.
Untuk penyembahan salib urutannya sebagai berikut: pertama, Imam yang memimpin perayaan maju seorang diri, seyogyanya tanpa kasula dan sepatu, kemudian para klerus, petugas awam, dan umat beriman maju dengan teratur, lalu menyatakan hormat pada salib dengan berlutut satu kaki atau dengan cara lain yang sesuai dengan kebiasaan setempat, misalnya dengan mencium salib.
Hendaknya disediakan hanya satu salib untuk disembah, karena dituntut kesejatian tanda.[13] Namun, peraturan bahwa hanya satu salib yang dihormati menimbulkan kesulitan di paroki besar. Hal ini dapat diatasi bila penghormatan salib dilakukan seluruh umat bersama-sama dengan menundukkan kepala terhadap salib yang diangkat oleh petugas Imam atau Diakon. Sesudah Ibadat, umat diberi kesempatan untuk melaksanakan penghormatan kepada salib secara pribadi. Atau, disediakan sejumlah salib untuk dihormati umat satu demi satu, seperti bila akan menyambut komuni.[14]
Sementara penyembahan salib berlangsung, seluruh umat sambil duduk melagukan nyanyian Salib-Mu Tuhan, atau nyanyian lain yang sesuai.
Sesudah penyembahan, salib dibawa oleh Diakon atau putra-putri altar ke tempatnya di dekat altar. Lilin-lilin bernyala diletakkan di sekitar atau di atas meja altar atau di dekat salib.

IV. UPACARA KOMUNI
Di atas meja altar dibentangkan kain altar dan di atasnya diletakkan korporale dan buku misa. Sementara itu, Diakon/Imam mengenakan velum, lalu mengambil Sakramen Mahakudus dari tempat penyimpanannya, dan membawanya ke altar melalui jalan singkat. Dua putra-putri altar mendahului pembawa Sakramen Mahakudus dengan membawa lilin bernyala dan menempatkan lilin tersebut di sekitar atau di atas meja altar. Seluruh umat berdiri dalam keheningan.
Imam berlutut di belakang altar dan kemudian memimpin doa Bapa Kami.

BAPA KAMI
Salam damai tak dipakai.

KOMUNI

PEMBUBARAN UMAT
Pembubaran umat ditutup dengan sebuah doa. Sesudah itu, umat meninggalkan gereja dalam keheningan dengan lebih dahulu berlutut ke arah salib. Sesudah perayaan, altar dikosongkan dari semua perlengkapan, kecuali salib dan dua/empat lilin bernyala. 
Mereka yang telah mengikuti upacara liturgis meriah sore ini tidak perlu melaksanakan Ibadat Sore.

No comments:

Post a Comment