HARI JUMAT AGUNG
MENGENANG SENGSARA TUHAN
PERSIAPAN
Seturut tradisi yang
sangat tua, pada hari ini dan hari berikutnya Gereja sama sekali tidak
merayakan sakramen selain Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Dianjurkan pada hari ini merayakan ibadat bacaan dan ibadat pagi dalam gereja
bersama jemaat.[10]
Altar sama sekali kosong, tanpa salib, tanpa
lilin dan tanpa kain altar.
I. Perayaan
Sengsara Tuhan
Perayaan sengsara
Tuhan dilaksanakan sesudah tengah hari, sekitar pukul tiga siang, kecuali jika
atas pertimbangan pastoral dipilih waktu sesudah itu, tetapi tidak sesudah jam
21.00.
Imam dan Diakon, kalau
ada, dengan menggunakan busana liturgi berwarna merah seperti yang biasanya
dikenakan pada waktu misa, berarak ke altar dalam keheningan (tidak ada lagu
pembuka). Setelah memberi hormat ke altar, mereka meniarap, atau bila keadaan
tidak memungkinkan, berlutut, dan berdoa sejenak dalam keheningan. Semua yang
lain (petugas dan umat) berlutut.
Lalu Imam dan para
petugas menuju tempat duduk. Di situ Imam menghadap ke arah umat dan sambil
merentangkan tangan mengucapkan doa pembuka tanpa ajakan “Marilah berdoa”
DOA PEMBUKA
II. Liturgi Sabda
BACAAN PERTAMA
MAZMUR TANGGAPAN
BACAAN
KEDUA
BAIT PENGANTAR INJIL
KISAH SENGSARA
Kisah Sengsara
dibacakan atau dinyanyikan tanpa lilin dan pedupaan, tanpa salam dan tanda
salib pada buku. Bila pembacanya bukan Imam, sebelumnya mohon berkat dulu. Bila
mungkin, sabda-sabda Yesus dibawakan oleh Imam.[11]
HOMILI
Setelah Kisah
Sengsara, Imam menyampaikan homili singkat. Pada akhir homili Imam dapat
mengundang kaum beriman untuk berdoa hening dengan khusyuk sejenak.[12]
DOA UMAT MERIAH
Liturgi Sabda diakhiri
dengan doa umat yang dilaksanakan sebagai berikut: Diakon/petugas awam berdiri
di mimbar dan menyampaikan ajakan yang menyatakan ujud doa. Kemudian seluruh
umat berdoa sejenak dalam hati, dan sesudah itu, dengan merentangkan tangan,
Imam mendaraskan doa sambil berdiri di muka kursi pemimpin atau kalau keadaan
tidak memungkinkan sambil berdiri di belakang altar.
Selama doa ini
berlangsung, umat dapat tetap berlutut atau berdiri.
III. PENYEMBAHAN
SALIB SUCI
Sesudah doa umat,
menyusul upacara penyembahan salib secara meriah. Dari kedua cara berikut dapat
dipilih salah satu yang lebih sesuai dengan kebutuhan pastoral.
SALIB SUCI DIPERLIHATKAN
Bersama dengan
putra-putri altar, Diakon atau seorang petugas nlain yang cakap pergi ke
sakristi atau tempat lain yang sudah ditentukan untuk mengambil salib yang
diselubungi kain ungu. Didampingi dua putri-putra atar yang membawa lilin
bernyala, berarak melintasi gereja menuju ke tengah panti imam. Di dekat pintu,
di tengah gereja dan di depan panti imam, pembawa salib mengangkat salib sambil
melagukan “Lihatlah kayu salib”. Seluruh umat menjawab “Marilah kita sembah”.
Sesudah setiap jawaban, seluruh umat berlutut dan bersujud sejenak dalam
keheningan.
PENYEMBAHAN SALIB SUCI
Kemudian, didampingi
dua putra-putri altar pembawa lilin bernyala, Imam atau diakon membawa salib ke
panti imam atau ke tempat lain yang pantas. Di situ salib diletakkan atau
diserahkan kepada para petugas untuk disangga. Lilin-lilin ditempatkan di kiri
dan kanannya.
Untuk penyembahan
salib urutannya sebagai berikut: pertama, Imam yang memimpin perayaan maju
seorang diri, seyogyanya tanpa kasula dan sepatu, kemudian para klerus, petugas
awam, dan umat beriman maju dengan teratur, lalu menyatakan hormat pada salib
dengan berlutut satu kaki atau dengan cara lain yang sesuai dengan kebiasaan
setempat, misalnya dengan mencium salib.
Hendaknya disediakan
hanya satu salib untuk disembah, karena dituntut kesejatian tanda.[13] Namun,
peraturan bahwa hanya satu salib yang dihormati menimbulkan kesulitan di paroki
besar. Hal ini dapat diatasi bila penghormatan salib dilakukan seluruh umat
bersama-sama dengan menundukkan kepala terhadap salib yang diangkat oleh
petugas Imam atau Diakon. Sesudah Ibadat, umat diberi kesempatan untuk
melaksanakan penghormatan kepada salib secara pribadi. Atau, disediakan
sejumlah salib untuk dihormati umat satu demi satu, seperti bila akan menyambut
komuni.[14]
Sementara penyembahan
salib berlangsung, seluruh umat sambil duduk melagukan nyanyian Salib-Mu Tuhan,
atau nyanyian lain yang sesuai.
Sesudah penyembahan,
salib dibawa oleh Diakon atau putra-putri altar ke tempatnya di dekat altar.
Lilin-lilin bernyala diletakkan di sekitar atau di atas meja altar atau di
dekat salib.
IV. UPACARA
KOMUNI
Di atas meja altar
dibentangkan kain altar dan di atasnya diletakkan korporale dan buku misa.
Sementara itu, Diakon/Imam mengenakan velum, lalu mengambil Sakramen Mahakudus
dari tempat penyimpanannya, dan membawanya ke altar melalui jalan singkat. Dua
putra-putri altar mendahului pembawa Sakramen Mahakudus dengan membawa lilin
bernyala dan menempatkan lilin tersebut di sekitar atau di atas meja altar.
Seluruh umat berdiri dalam keheningan.
Imam berlutut di
belakang altar dan kemudian memimpin doa Bapa Kami.
BAPA KAMI
Salam damai tak dipakai.
KOMUNI
PEMBUBARAN UMAT
Pembubaran umat
ditutup dengan sebuah doa. Sesudah itu, umat meninggalkan gereja dalam
keheningan dengan lebih dahulu berlutut ke arah salib. Sesudah perayaan, altar
dikosongkan dari semua perlengkapan, kecuali salib dan dua/empat lilin
bernyala.
Mereka yang telah mengikuti
upacara liturgis meriah sore ini tidak perlu melaksanakan Ibadat Sore.
No comments:
Post a Comment